Keberadaan Bentor Alias Becak Motor Di Kota Makassar

Sesuai namanya bentor adalah singkatan dari becak motor. Sebuah kendaraan modifikasi atau gabungan antara 2 kendaraan, yaitu becak dan motor. Kalau di daerah asal saya Makassar, kendaraan ini biasa disebut dengan istilah bentor, begitu pula di daerah Gorontalo, namanya juga bentor. Nah lho huruf “n” nya diambil dari mana? Saya juga kurang paham huruf “n” nya bentor diambil dari mana. Sedangkan kalau di daerah asal orang tua saya Kabupaten Wajo, kendaraan ini biasa disebut dengan istilah “bemor”. Kalau istilah ini sih masih nyambung.

Sejarah Bentor Di Kota Makassar

Saya pertama kali melihat bentor pada tahun 2004, itu pun di daerah asal orang tua saya Kota Sengkang Kabupaten Wajo, orang di sana menyebutnya dengan istilah “bemor”. Sejarahnya bentor yang ada di Sulawesi katanya berasal dari Kota Gorontalo, karena awal munculnya bentor di Sulawesi berasal dari sana (Gorontalo) dan bentuknya pun sama dengan yang ada di Kota Makassar dan Kota Sengkang. Sedangkan tepatnya tahun berapa, setahu saya tahun 2002. Tapi kalau saya perkirakan sih sejak semakin mudahnya masyarakat untuk mempunyai motor dengan cara mencicil. Mungkin kurang lebih sekitar 10 atau 15 tahunan ini. Kalau pun ada salah satu pembaca mengetahui persis sejarah adanya bentor di kota ini, bisa meluruskan pendapat saya dengan memberi komentar di kolom komentar yang ada di bawah. Dengan didasari kebutuhan masyarakat akan kendaraan yang praktis, cepat, dan bisa memuat lumayan banyak penumpang dan barang, maka pihak yang melihat peluang ini lalu membuat kendaraan ini. Tapi dengan begitu secara otomatis posisi ojek akan semakin tergantikan.

Bentor Kendaraan Yang Termasuk Bertarif Mahal

Berbicara soal murah, saya rasa bentor bukanlah suatu kendaraan yang tarifnya murah. Bahkan terkadang tarifnya malah lebih mahal daripada kendaraan umum yang eksklusif seperti taksi. Saya menyimpulkannya atas pengalaman pribadi ketika saya menggunakan jasa taksi dari mall ke rumah yang berjarak sekitar 5 km, saya hanya membayar Rp. 20.000,- Sedangkan ketika saya menggunakan jasa bentor dari mall ke rumah yang berjarak sama sekitar 5 km, minimal saya harus membayar biaya Rp. 20.000,- itupun masih bisa lebih. Belum lagi fasilitas dan kenyamanan yang didapatkan konsumen antara menggunakan jasa taksi dengan menggunakan jasa bentor. Malah kita penumpang biasanya harus tawar menawar harga bahkan biasanya sampai berdebat dengan penarik bentor untuk mendapatkan tarif yang dirasakan murah. Bukannya pelit atau tidak mau berbagi, tapi sangat tidak enak rasanya kalau kita membayar tarif bentor yang tidak masuk akal.

Sebenarnya bentor di Makassar adalah kendaraan tidak resmi, kalau kasarnya bisa dibilang tidak diakui oleh pihak yang berwenang seperti Dinas Perhubungan. Tapi saya kurang tahu kalau di daerah lain. Nah lho koq bisa begitu adanya? Apa pasal dan alasan adanya muncul kendaraan seperti itu di kota ini? Setahu saya karena semua itu dikarenakan bentor adalah kendaraan modifikasi, becak bukan, motor juga bukan. jadi di STNK nya mesti ditulis apa? Adalah tugas dari instansi yang berwenang untuk menjawabnya. Meskipun dengan adanya bentor membuat jalanan di Kota Makassar semakin macet, tapi yang saya lebih sesalkan dan sayangkan adalah bukan karena adanya bentor, tapi karena alasan mengapa pihak yang berwenang tidak mengakui keberadaan kendaraan ini? Jangan sampai ketika keberadaan bentor semakin banyak dan mulai sangat mengganggu, barulah pihak yang berwenang mengambil tindakan dengan melarang adanya bentor. Ini sama saja memancing kemarahan si penarik/sopir bentor dan akan muncul rusuh dan demonstrasi (lagi) di Kota Makassar.

Bentor Dan Kaitannya Dengan Pemilihan Gubernur Sulawesi Selatan

Sebenarnya dengan adanya kendaraan seperti ini ibarat 2 sisi mata uang. Di satu sisi masyarakat terbantu akan keberadaannya dan menjadi salah satu sumber mata pencarian bagi penarik bentor. Tapi di sisi lain membuat semakin macetnya jalanan yang ada di Kota Makassar karena penarik bentor dengan leluasa melewati dan memasuki jalanan-jalanan protokol yang ada di Kota Makassar. Pernah suatu ketika secara tidak sengaja saya berbincang-bincang dengan sopir taksi. Dia mengatakan “memang untuk sekarang ini bentor masih leluasa dan bebas bermunculan, tapi ketika pemilihan gubernur sudah selesai, maka bentor akan tidak sebebas yang seperti dulu lagi”. Rasanya apa yang dikatakan si sopir taksi tadi ada benarnya juga. Tapi andai pun akhirnya nanti demikian benar adanya, sangat tidak bijaksana rasanya mengorbankan masyarakat kecil demi sebuah kepentingan politik. Mengorbankan di sini dalam artian membiarkan bentor semakin bermunculan agar supaya pihak yang berkepentingan politik mendapat simpati dari masyarakat utamanya masyarakat kecil. Istilahnya bentor “diangkat dulu sementara kemudian nanti dilemparkan jatuh ke bawah”.

Seandainya pun pemerintah kota mempertimbangkan aspek lapangan kerja, seharusnya mereka (pemerintah kota) mempertimbangkan pula aspek ke depannya dengan mengatur keberadaan bentor dan membuat peraturan jalanan apa saja yang bisa dilalui oleh bentor. Atau pun kalau seandainya memang ingin menciptakan transportasi yang aman dan nyaman serta mengurangi kemacetan, pemerintah bisa mengadakan alat transportasi umum seperti bus kota yang tarifnya bisa lebih murah daripada alat transportasi lain di kota ini. Sehingga masyarakat yang mempunyai kendaraan pribadi tertarik untuk menggunakan alat transportasi tadi yang akhirnya bisa membuat kemacetan di Kota Makassar menjadi lebih berkurang. Memang kesemuanya itu tidak semudah yang dibicarakan dan tidak semudah membalik telapak tangan. Apalah arti pihak pemerintah kota apalagi pihak walikota kalau belum bisa memperbaiki keadaan Kota Makassar menjadi lebih baik. Apalagi beliau sudah menjabat untuk periode kedua kali.

Hemat saya, jika memang Pak Walikota belum bisa membenahi kota ini dengan lebih baik dari sebelumnya apalagi sudah menjabat untuk periode kedua kali, dan periodenya pun sudah hampir selesai, mungkin ada baiknya Bapak Walikota mempertimbangkan kembali untuk maju mencalonkan sebagai calon gubernur.

0 comments:

Posting Komentar